3 Hal yang Bisa Membuat Sebuah Game Begitu Berkesan bagi Pemainnya

Banyak hal yang membuat kita bisa jatuh cinta pada sesuatu, termasuk juga kepada game favorit. Bisa jadi kita begitu suka kepada sebuah game karena ceritanya yang sangat berkesan, gameplay yang menantang, visual yang fantastis, musik yang berkualitas, atau perasaan yang bisa diberikan game tersebut.
Tidak jarang juga kita sendiri tidak tahu apa yang membuat kita bisa begitu suka dengan sebuah game. Bahkan game yang mendapatkan kritik negatif dari media dan masyarakat umum pun bisa memiliki kesan yang luar biasa di diri kita pribadi.
Alasan-alasan seperti inilah yang sangat menarik ditelaah dan dibahas lebih jauh, baik demi membantu developer membuat game lebih bagus ke depannya, atau malah membantu kita menemukan game yang menyajikan pengalaman serupa.
Saya sendiri juga memiliki beberapa game favorit yang setelah saya pikirkan, pesona dari game tersebut bukanlah sebatas gameplay bagus atau cerita yang menarik, tapi ada jiwa tersendiri dari game yang disajikan. Hal-hal yang membuat game tersebut memiliki kenangan tersendiri akan waktu saya memainkannya, bahkan setelah bertahun-tahun tidak menyentuhnya.
Di bawah ini saya mencoba untuk membahas apa saja yang mungkin membuat jajaran game favorit saya begitu spesial. Alasan-alasan berikut mungkin merupakan sesuatu yang sangat personal dan subjektif, tapi saya tidak heran jika banyak gamer lain yang merasakan pengalaman serupa dengan alasan yang kurang lebih sama. Tanpa panjang lebar lagi, berikut adalah alasannya.

Dunia

Final Fantasy IX Mobile | Screenshot
Membuat cerita yang bagus itu mudah, membuat lore menarik yang menyelimuti cerita tersebut jelas lebih sulit, tapi membuat dunia yang sangat menarik untuk menjadi wadah bagi lore dan cerita tersebut … itu baru tantangan sulit.
Menilik balik ke tiga game yang sangat saya suka, yaitu Radiata Stories, Final Fantasy IX, dan Suikoden II, ketiganya memiliki dunia yang sangat menarik sampai-sampai saya ingin tinggal di dalamnya.
Hanya dengan desain karakter, arsitektur, dan kualitas penulisan yang baik, tim developer ketiga game tersebut sukses membuat dunia yang penuh kesan, meskipun beberapa game di atas memiliki tema yang kelam penuh dengan perang dan konflik. Sayangnya, hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk direplikasi.
Radiata Stories | Screenshot
Sumber: Akun YouTube BuffMeister
Bahkan game dengan dana besar dan kualitas tinggi seperti Dragon Age: Inquisition pun tidak dapat menyajikan perasaan seperti yang tiga game klasik favorit saya sajikan. Tidak mengherankan memang, membuat dunia fiksi dalam game bukanlah hal mudah, apalagi membuat dunia fiksi berkualitas yang dapat mengundang pemainnya untuk terjun tenggelam ke dalamnya.
Selain game yang telah saya sebutkan, beberapa game yang mampu menyajikan hal serupa bagi saya adalah Persona 4, Legend of Mana, serta Chrono Cross.

Hubungan

Jika dalam hidup kita mengenal istilah hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam, maka dalam game ada juga hubungan serupa antara pemain dengan karakter, karakter dengan karakter, serta karakter dengan dunianya.
Menyajikan game yang memiliki elemen seperti itu juga tidak mudah. Sejauh ini developer yang saya yakini mampu menyajikannya adalah thatgamecompany dan Team Ico (kini bernama gen Design) yang dipimpin Fumito Ueda.
Untuk membahas bagian ini, saya akan mengupas masing-masing game dengan lebih mendetail.

Ico

Ico | Fan Art
Sumber: cellar-fcp
Ico adalah sebuah game yang sangat spesial. Game pertama dari seri game artistik garapan Team Ico ini menyajikan sesuatu yang sangat baru di industri game pada masanya, yaitu penyampaian emosi personal tidak hanya melalui naratif belaka, tapi juga melalui mekanisme gameplay unik yang diusungnya.
Game ini menyajikan petualangan seorang bocah lelaki bertanduk bernama Ico dengan seorang wanita muda bernama Yorda. Mereka berdua merupakan makhluk dengan wujud fisik yang cukup berbeda dan bahasa berbeda, namun memiliki kesamaan karena keduanya merupakan makhluk muda terbuang yang sama-sama jadi korban dari nasib dan budaya.
Ico | Screenshot
Sumber: MobyGames
Interaksi antara Ico dan Yorda disampaikan dengan unik karena keduanya berbicara dalam bahasa yang berbeda, sehingga kebanyakan dari komunikasi mereka dilakukan secara nonverbal. Menariknya lagi, ketika pertama bermain, game tidak memberikan translasi dari kata-kata bahasa asing yang Yorda ucapkan, jadi pemain pun merasakan kebingungan seperti yang Ico rasakan.
Hubungan mereka berdua pun ditunjukkan melalui mekanisme gameplay yang simpel, yaitu bergandengan tangan untuk menjelajahi level, saling berteriak memanggil ketika keduanya saling membutuhkan, dan duduk berpegangan tangan bersama ketika istirahat di tempat save. Sesuatu yang baru akan terasa kesan besarnya ketika kamu sendiri memainkan game ini.
Nostalgia Review Ico – Menyampaikan Emosi Melalui Gameplay

Shadow of the Colossus

Dalam Shadow of the Colossus, Team Ico menyajikan keheningan yang lebih unik dibandingkan game pertama mereka. Game ini bercerita tentang pejuangan seorang pemuda bernama Wander yang hendak menyelamatkan Mono, wanita yang dia sayangi, dengan cara membantai enam belas raksasa yang disebut Colossi.
Uniknya, hubungan spesial yang game ini tampilkan bukan sekadar kisah standar antara Wander dengan Mono, tapi ada di hubungan antara Wander dengan kudanya, Agro, serta hubungan antara Wander dengan keenam belas raksasa yang harus ia kalahkan.
Shadow of the Colossus | Screenshot
Cukup jelas hubungan antara Wander dengan Agro, tapi yang bagi saya sangat menarik adalah bagaimana Shadow of the Colossus menyajikan cerita yang membuat saya berpikir, apakah tindakan Wander membantai raksasa tidak bersalah ini benar?
Melihat aksi Wander mengingatkan saya akan manusia yang merusak alam demi kepentingan egoisnya sendiri. Fakta bahwa sebuah game yang hanya berisi dunia kosong tanpa musuh selain bos mampu membuat saya berpikir seperti ini sudah menjadi bukti bagaimana Team Ico bisa menyajikan interaksi antara pemain, karakter, dan lawan dengan begitu dalam tanpa melibatkan banyak komunikasi verbal.

Journey

Journey | Screenshot
Saya sudah cukup sering membahas mengenai apa yang membuat Journey begitu spesial. Keseluruhan game ini dibangun dari kejutan bahwa kamu akan bertemu karakter lain yang tidak bisa diajak berkomunikasi dan ternyata mereka merupakan pemain Journey lainnya yang entah datang dari mana.

Sangat menarik memang Journey menjadi salah satu pengalaman bermain multiplayer online yang pernah saya rasakan, dan salah satu alasannya adalah karena terbatasnya metode komunikasi antara pemain. Agak sulit menjelaskan tentang hubungan spesial yang Journey mampu sajikan, jadi saran saya langsung saja mainkan game ini.
Review Journey – Perjalanan Spiritual di Media Digital

Transistor dan Bastion

Transistor | Art
Kedua game dari Supergiant Games ini memiliki feel yang cukup mirip dari segi interaksi yang disajikan. Keduanya sama-sama menyampaikan cerita melalui narator. Bedanya dengan narator dalam kisah fiksi pada umumnya, narator di Transistor dan Bastion merupakan bagian dari cerita dan berkomunikasi langsung dengan karakter yang kita mainkan.
Hal ini telah membuat Bastion menjadi sebuah game spesial, dan melalui Transistor, Supergiant Games membuatnya menjadi lebih baik lagi karena menariknya hubungan antara Red sang karakter utama dengan pedangnya yang bisa berbicara. Interaksi-interaksi simpel antara karakter dengan dunia yang ia jelajahi pun sangatlah menarik, meskipun hal tersebut hanya berupa gimmick saja ketika kamu mainkan.
Review Transistor – Sempurna()

Game lainnya

Selain Ico, Shadow of the Colossus, dan Journey, ada juga beberapa game lain yang mampu menyajikan hubungan unik yang kemudian menjadi kesan tersendiri dalam memori para pemainnya. Sebut saja hubungan antara karakter yang saling membutuhkan dan bahu membahu di petualangan mereka dalam Thomas Was Alone, hubungan antara Ellie dan Joel di The Last of Us, dan masih banyak lagi game lainnya.

Momen ketika memainkannya

Suikoden II | Cover Art
Alasan yang satu ini sebenarnya agak sulit untuk diterapkan karena memang tidak bisa dikontrol oleh developer atau bahkan pemainnya sendiri. Tapi tidak bisa dipungkiri, sesuatu yang membuat game bisa memberikan kesan besar kepada pemainnya adalah momen ketika si pemain memainkan game tersebut.
Ambil contoh dari beberapa game yang telah saya sebutkan di atas, ketika saya memainkan game tersebut untuk kedua atau ketiga kalinya, kenangan-kenangan akan momen ketika saya memainkan seluruh game juga ikut terbawa, meskipun momen yang dimaksud bukan merupakan bagian dari game.
Ketika saya bermain Final Fantasy IX, saya tidak hanya terkenang akan petualangan Zidane, Vivi, dan kawan-kawan, tapi juga terkenang akan waktu pertama saya memainkan game ini, yaitu ketika saya masih SD dan memainkannya bersama saudara di kampung halaman.
Legend of Mana | Art
Momen bermain Radiata Stories dan Suikoden II pun langsung mengingatkan saya akan masa-masa ketika saya harus menumpang saudara demi bisa bermain PlayStation sebentar. Selain itu ada juga momen yang disajikan oleh game seperti Legend of Mana sebagai perwakilan dari salah satu game PlayStation pertama yang saya miliki dan harus mainkan sambil membaca tabloid Fantasi.
Meskipun bagian ini adalah elemen yang paling tidak bisa diatur siapapun, saya pribadi cukup yakin bahwa momen kapan kita memainkan game adalah alasan paling kuat kenapa sebuah game bisa memiliki kesan mendalam di memori pemainnya, betapa buruknya pun game tersebut.

Sumber : https://id.techinasia.com/hal-membuat-video-game-berkesan

Comments